Presiden Prancis Emmanuel Macron telah meminta para pemimpin Muslim dan Imam Prancis untuk menyetujui “Piagam Nilai-nilai Republik” sebagai bagian dari tindakan keras terhadap ancaman ekstremisme Islam.

Pada hari Rabu (18/11), Macron memberi tenggat waktu 15 hari kepada the French Council of the Muslim Faith (CFCM) untuk bekerja dengan Kementerian Dalam Negeri Prancis. CFCM sendiri telah setuju untuk membentuk Dewan Imam Nasional, yang dilaporkan akan menerbitkan akreditasi resmi kepada para imam di Prancis.

Langkah terbaru Macron ini merupakan tindakan terhadap tiga serangan kekerasan yang menguncang Prancis dalam waktu kurang dari sebulan.

Piagam Nilai-nilai Republik tersebut akan menyatakan bahwa Islam diakui sebagai agama dan bukan gerakan politik, sementara piagam tersebut juga melarang adanya “campur tangan asing” dalam kelompok Muslim Prancis.

Emmanuel Macron sedang getol membela nilai-nilai sekularisme Prancis setelah terjadi berbagai serangan kekerasan, termasuk pemenggalan Samuel Paty, yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad selama diskusi di kelasnya bulan lalu.

Rabu malam lalu, presiden dan menteri dalam negeri, Gérald Darmanin, bertemu dengan delapan pemimpin CFCM di istana Élysée. Dalam pertemuan tersebut, pembentukan Dewan Imam Nasional juga disepakati.

“Dua prinsip akan tertulis dalam hitam dan putih [dalam piagam]: penolakan politik Islam dan campur tangan asing,” Demikian dilansir oleh surat kabar Le Parisien, yang dikutip oleh The Independent pada Jumat (20/11).

Presiden Macron juga telah mengumumkan langkah-langkah baru untuk mengatasi apa yang disebutnya “separatisme Islam” di Prancis.

Langkah-langkah tersebut termasuk Rancangan Undang-undang dalam skala luas yang berusaha untuk mencegah terjadinya radikalisasi di kalangan Muslim Prancis. Dalam pertemuan pada hari Rabu tersebut, termasuk langkah-langkah seperti:

  1. Pembatasan home schooling bagi Muslim Prancis dan hukuman yang lebih keras bagi mereka yang mengintimidasi pejabat publik atas dasar agama.
  2. Memberikan anak-anak nomor identifikasi berdasarkan undang-undang yang akan digunakan untuk memastikan mereka bersekolah. Orang tua yang melanggar hukum bisa menghadapi hukuman enam bulan penjara serta denda dalam jumlah besar.
  3. Larangan membagikan informasi pribadi seseorang dengan cara yang memungkinkan mereka ditemukan oleh orang-orang yang ingin menyakiti.

“Kita harus menyelamatkan anak-anak kita dari cengkeraman kaum Islamis,” kata Darmanin kepada surat kabar Le Figaro, Rabu. Rancangan undang-undang tersebut akan dibahas oleh kabinet Prancis pada 9 Desember mendatang.

Prancis memiliki populasi Muslim terbesar di Eropa Barat. Di Prancis, sekularisme negara (Laïcité) merupakan identitas nasional yang sentral dalam negara tersebut. Kebebasan berekspresi di sekolah dan ruang publik lainnya adalah bagian dari prinsip tersebut, dan mengekang sekularisme untuk melindungi agama tertentu dipandang dapat merusak persatuan nasional Prancis.