Bekerja, berasal dari kata “kerja” yang berarti perbuatan melakukan sesuatu kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil, hal pencari nafkah. Pengertian tersebut diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. Perempuan adalah jenis kelamin. Perempuan pekerja adalah perempuan yang melakukan kegiatan untuk mendapatkan hasil yang digunakan untu pemenuhan kebutuhan. Tentu kita juga harus memahami tugas laki-laki dan perempuan.

Al Qur’an juga tidak melarang perempuan bekerja, karena melakukan kegiatan apapun, selama niatnya baik maka akan menjadi amal sholeh, terkecuali pekerjaan yang dilakukan perempuan tersebut mengakhibatkan hal buruk baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Dalam Surat At Taubah ayat 105 yang terjemahannya

“Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Alloh, Rasul-Nya, dan para mukminin akan melihat pekerjaanmu“  (QS. At-Taubah:105).

Perintah tersebut mencakup tugas laki-laki dan perempuan, Allah SWT juga menurunkan QS An Nisa ayat 29 yang berisi tentang anjuran berbisnis, berikhtiar, dan bekerja bagi perempuan maupun laki-laki. Menurut Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Secercah Cahaya Ilahi (2013) memaparkan, bekerja merupakan perwujudan dari eksistensi dan aktualisasi diri manusia dalam hidupnya. Manusia, baik laki-laki maupun perempuan diciptakan Allah dengan daya fisik, pikir, kalbu serta daya hidup untuk melakukan segala aktivitas pekerjaannya yang merupakan bagian dari amal sholeh.

Adapun kriteria amal sholeh ada 3, yaitu: Pertama, sesuai dengan ajaran Nabi; Kedua, ikhlas karena Allah, dan Ketiga dibangun berdasarkan aqidah yang benar. Jadi kita harus memilih pekerjaan yang betul-betul tidak salah kaprah dasarnya, agar pekerjaan yang kita lakukan tidak menyalahi ketetapan ajaran Islam. Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003  menjelaskan bawa setiap warga Negara memiliki hak yang sama, baik laki-laki maupun perempuan. Maka bekerja pun tidak hanya harus dilakukan untuk laki-laki saja.

Namun pada nyatanya, beberapa perusahaan menilai kinerja laki-laki dirasa lebih baik dibanding perempuan, sehingga banyak perusahaan yang sering kali lebih memilih merekrut laki-laki sebagai pegawai. Padahal perkembangan jaman sudah membawa perempuan berpendidikan tinggi dan memiliki kemampuan bekerja yang setara dengan laki-laki. Perempuan bisa mengisi peran-peran pekerjaan yang banyak dibutuhkan perusahaan seperti, HRD, PPIC, Manager, Supervisor dan sebagainya. Pekerjaan berat seperti menjadi pekerja tambang atau pekerja bangunan di lapangan bisa menjadi pengecualian untuk tidak dilakukan perempuan.

Dunia bisnis dan industri sudah banyak menerima perempuan sebagai pekerja, namun masih sangat banyak sekali perempuan tidak mendapatkan hak yang setara dengan laki-laki, hal ini membuat Sarah Longwe seorang konsultan dari Zambia menyusun indikator kerangka kerja pemberdayaan perempuan. Perempuan harus mendapatkan hak-haknya dalam dunia kerja, seperti Kesejahteraan, Akses, Pengetahuan, Partisipasi, dan Kuota posisi.

Pertama kesejahteraan, kesejahteraan di sini adalah jalan perempuan mendapatkan sumber daya seperti makanan, pendapatan dan pemeliharaan kesehatan. Dalam pembagian honor, perempuan tidak bisa dibedakan dengan laki-laki, karena honor itu harusnya sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan, bukan dari jenis kelamin.

Kedua akses, akses dalam faktor produksi, pekerjaan, kredit, pelatihan, fasilitas  pemasaran dan pelayanan publik. Semua ini harus didukung dengan peraturan perundang-undangan dan praktek-praktek non diskriminatif. Perempuan tetap harus mendapat akses untuk mengembangkan karirnya, seperti menjadi karyawan tetap dan mendapatkan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kualitas bekerja juga posisi karirnya.

Pengetahuan, aspek ini yang sangat harus diperhatikan keseimbanganya, karena sebagian masyarakat terkonstruk oleh pemikiran patriarkis, dan hal ini membuat penyekatan pendidikan terhadap perempuan. Masih banyak sekali masyarakat yang menganggap perempuan itu tidak penting untuk berpendidikan tinggi, membiarkannya diam di rumah, menunggu waktunya untuk menikah dan menjadi beban bagi suaminya. Pendidikan adalah hak bagi semua manusia, tak terkecuali perempuan.

Partisipasi, dalam proses pembuatan keputusan baik dalam membuat kebijakan, perencanaan, dan administrasi. Hal ini sangat penting untuk pembangunan dalam segala rana. Sering kali dalam sebuah perusahaan atau instansi menganggap perempuan tidak bisa dilibatkan dalam hal menentukan kebijakan, karena menurut mereka perempuan itu perasa dan ditakutkan overthinking lalu kemudian baper. Padahal pendidikan sudah mengharuskan perempuan menjadi manusia berpikir logis dan bisa ikut serta menentukan kebijakan.

Kuota posisi, harusnya tidak ada dominasi diantara laki-laki dan perempuan. Perempuan dapat mengawasi kebijakan melalui pengetahuan dan gerakan untuk mencapai persamaan dalam mengontrol semua faktor. Tetapi banyak sekali perusahaan atau instansi yang masih ingin memperbanyak kuota pegawai laki-laki dalam posisi pimpinan, dan bahkan beberapa perusahaan tidak memperdulikan kualitas kinerja, mereka hanya melihat pegawai itu perempuan atau laki-laki, jika laki-laki, mereka meyakini pekerjaannya akan baik. Kelima indikator tersebut yang harus kita dapatkan saat perempuan diberdayakan menjadi tenaga kerja baik itu dalam sebuah perusahaan maupun instansi.