Ada unjuk rasa di depan Gedung Balai Kota, Jakarta, Selasa (21/7). Tuntutanya adalah meminta agar Gubernur Jakarta Anies Baswedan membuka kembali tempat hiburan malam, setelah tidak beroperasi selama pandemi virus corona.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani juga meminta Pemprov DKI segera memutuskan nasib tempat hiburan malam untuk dibuka. Jika tak kunjung ada keputusan, pihaknya memastikan akan kembali menggelar aksi lagi untuk kedua kali.

Selain alasan nasib pekerja, unjuk rasa itu juga menyentil tentang pajak. Ditengarai, mereka tetap dikenakan pajak untuk reklame dan pajak badan usaha (PPH 25).

“Beberapa anggota saya di beberapa tempat ada yang mengeluhkan PPH 25 tetap ditagih dan ditakut-takuti akan dikenai denda kalau nggak segera bayar,” terang Hana.

Lebih jauh menurut Hana, masih ada persoalan lain yang tak kalah memprihatinkan, yakni para petugas di instansi terkait sepertinya tidak paham bahwa pajak reklame itu merupakan salah satu sumber pendapatan Pemprov DKI. Sebab untuk mengurus izin pajak ini sulitnya bukan main.

“Jadi saya sampaikan tadi ke Pemprov, tolong pajak reklame ini direformasi juga,” ujar dia.

Menanggapi protes itu, Kepala Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kadisparekraf) DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia buka suara. Ia mengaku bahwa tempat hiburan selama ini belum boleh beroperasi karena dikhawatirkan sulit menerapkan social distancing. Karenanya, perlu duduk bersama untuk saling merumuskan protokol Covid-19 yang ada.

Menurut Cucu, protokol Covid-19 yang sudah disusun sejauh ini masih berpotensi menjadi area penyebaran virus.

“Kami sudah membuat protokol covid dengan seperti Asphija untuk beberapa tempat hiburan, namun memang secara penerapan social distancing-nya belum kuat,” jelas Cucu.

Terkait keluhan dunia usaha untuk kembali membuka operasinya, dia mengaku siap untuk membuka tempat hiburan malam. Namun dengan catatan ada izin dari Tim, Gugus Tugas Covid-19.

Yah, mau bagaimanapun, namanya juga birokrasi, pastilah bakal bertemu dan bernegosiasi dengan perkara yang unik-unik, seperti realitas industri hiburan malam. Makanya, kalau mau jadi “pemimpin” (politik) itu jualannya jangan nahi munkar deh. Berat. Biar Pak Anies saja. (AK)