Makan berjama’ah bukanlah ajaran sebagian kelompok dalam Islam. Namun makan seperti ini adalah makan yang disunnahkan dalam agama kita. Makan seperti ini dinilai lebih berkah, bahkan dikatakan bahwa sebenarnya satu porsi makanan itu bisa cukup untuk dua orang dan empat porsi untuk delapan orang. 

Anjuran Makan Berjama’ah

Dalil yang menunjukkan anjuran makan secara berjama’ah adalah di antaranya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

طَعَامُ الاِثْنَيْنِ كَافِى الثَّلاَثَةِ ، وَطَعَامُ الثَّلاَثَةِ كَافِى الأَرْبَعَةِ

Makanan porsi dua orang sebenarnya cukup untuk tiga, makanan tiga cukup untuk empat.” (HR. Bukhari no. 5392 dan Muslim no. 2059, dari Abu Hurairah). Dalam lafazh Muslim disebutkan,

طَعَامُ الْوَاحِدِ يَكْفِى الاِثْنَيْنِ وَطَعَامُ الاِثْنَيْنِ يَكْفِى الأَرْبَعَةَ وَطَعَامُ الأَرْبَعَةِ يَكْفِى الثَّمَانِيَةَ

Makanan porsi satu orang sebenarnya cukup untuk dua, makanan dua sebenarnya cukup untuk empat, dan makanan empat sebenarnya cukup untuk delapan.”

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9: 535) berkata, “Kecukupan itu datang karena keberkahan dari makan secara berjama’ah. Cara jama’ah ini membuat yang menikmati makanan itu banyak sehingga bertambah pula keberkahan.”

Semakin Berkah

Dalil lain yang menunjukkan makan berjama’ah akan mendatangkan keberkahan adalah riwayat dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلاَ نَشْبَعُ. قَالَ « فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ ». قَالُوا نَعَمْ. قَالَ « فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ ». قَالَ أَبُو دَاوُدَ إِذَا كُنْتَ فِى وَلِيمَةٍ فَوُضِعَ الْعَشَاءُ فَلاَ تَأْكُلْ حَتَّى يَأْذَنَ لَكَ صَاحِبُ الدَّارِ.

Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda, “Kemungkinan kalian makan sendiri-sendiri.” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya.” (HR. Abu Daud no. 3764. Kata Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if. Sedangkan Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Ibnu Baththol berkata, “Makan secara bersama-sama adalah salah satu sebab datangnya barokah ketika makan.” (Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 18: 121)

Rasul dan Sahabat Mencontohkan Makan Sambil Berjama’ah

Dalil yang menunjukkan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam makan secara berjama’ah disebutkan oleh ‘Aisyah, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يَأْكُلُ طَعَامًا فِى سِتَّةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَجَاءَ أَعْرَابِىٌّ فَأَكَلَهُ بِلُقْمَتَيْنِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah makan bersama enam orang sahabatnya, lantas Arab Badui datang lalu memakan makanan beliau dengan dua suapan.” (HR. Tirmidzi no. 1858, Abu Daud no. 3767, Ibnu Majah no. 3264. Sanad hadits ini shahih kata Al Hafizh Abu Thohir).

Juga kita dapat lihat praktek sahabat mengenai makan secara berjama’ah. Dari Nafi’, ia berkata bahwa dahulu Ibnu ‘Umar tidak makan kecuali setelah didatangkan orang miskin dan beliau makan bersamanya. Kemudian Nafi’ pernah memasukkan seseorang untuk makan bersama Ibnu ‘Umar, lalu orang tersebut makan banyak. Ibnu ‘Umar pun berkata, “Wahai Nafi’, jangan masukkan orang ini untuk makan bersamaku, karena aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِى مِعًى وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِى سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ

Seorang mukmin makan untuk satu usus, namun orang kafir untuk tujuh usus.” (HR. Bukhari no. 5393 dan Muslim no. 2060)

Sebagaimana disebutkan dalam Syarh Muslim, ada ulama yang menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah seorang mukmin biasa makan bersifat pertengahan. Imam Nawawi rahimahullah juga berkata bahwa para ulama mengatakan tentang maksud hadits yaitu untuk memiliki sedikit dunia, motivasi untuk zuhud dan qona’ah (hidup berkecukupan). Dan memang sedikit makan adalah bagian dari baiknya akhlak seseorang, sedangkan banyak makan itu kebalikannya.

Adapun perkataan Ibnu ‘Umar dalam hadits di atas tentang si miskin yang makan bersamanya dengan lahapnya, lantas beliau ucapkan pada Nafi’, “Jangan masukkan orang ini untuk makan bersamaku lagi”. Dikatakan seperti itu karena si miskin tersebut menyerupai (tasyabbuh pada) orang kafir. Siapa saja yang menyerupai orang kafir, maka dimakruhkan bergaul dengannya tanpa ada hajat atau bukan keadaan darurat. Lihat Syarh Shahih Muslim karya Imam Nawawi, 14: 25-26.

Hadits ini juga menjadi anjuran makan berjama’ah (bersama-sama dengan muslim lainnya) apalagi bersama orang miskin. Apalagi kita tahu bahwa Ibnu ‘Umar itu sangat bersemangat sekali melaksanakan ajaran Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Demikian sedikit penjelasan dari kami mengenai makan berjama’ah. Pembahasan ini dapat dikaji lebih lanjut dari kitab karya Syaikh Yahya bin ‘Ali Al Hajuri dengan judul ‘Al arba’in al hisan li tanbihil anaam ‘ala fadhli al ijtima’ ‘ala ath tho’aam’. Semoga sajian singkat ini bermanfaat. Wabillahit taufiq.

Di malam hari @ Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 13 Jumadal Ula 1434 H

sumber: https://rumaysho.com/3255-makan-berjamaah.html